Jihad Tidak Harus dengan Berperang


Oleh : Afrizal El Adzim Syahputra

IPNU Trenggalek - Jihad berarti segala bentuk usaha maksimal untuk menerapkan ajaran Islam dan pemberantasan berbagai tindak kriminal serta kedzaliman, baik terhadap diri sendiri, maupun masyarakat. Dan inilah pengertian jihad yang banyak disebut dalam Al Qur'an maupun Hadis. Artinya, pengertian jihad tidak hanya terbatas pada pertempuran, peperangan, invasi militer dan ekspedisi militer, akan tetapi jihad mencakup segala bentuk kegiatan dan usaha yang maksimal dalam rangka menyebarkan ajaran agama Islam.

Jihad harus berlangsung secara berkesinambungan, baik dalam situasi aman, maupun perang, sebab tegaknya Islam sangat ditentukan oleh semangat jihad yang dimiliki oleh setiap individu muslim dalam semua aspek kehidupan. Jika semangat jihad telah memudar dari hati umat Islam, maka etos kerja mereka akan menurun, sifat apatis akan muncul, sifat malas semakin merajalela yang pada akhirnya akan membawa umat Islam pada kemunduran dan kehancuran.

Jihad bukan hanya sebatas mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi dan menghancurkan orang orang kafir, akan tetapi jihad mencakup empat aspek :

  1. Jihad dalam mempelajari agama, mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah saw bahwa sebaik-baik manusia itu adalah orang yang belajar Al Qur'an kemudian mengamalkannya.
  2. Jihad dalam melawan hawa nafsu yang muncul dari godaan dan tipu daya setan. Setelah selesai melakukan perang Badar, Rasulullah saw bersabda bahwa ada jihad yang lebih besar lagi dari pada jihad dalam perang. Kemudian sahabatpun bertanya : jihad apakah itu wahai Rasulullah saw. Rasul saw menjawab : “jihad melawan hawa nafsu”
  3. Jihad terhadap orang kafir, baik dengan kekuasaan, harta, lisan maupun hati. Jihad ini tak lantas langsung dimaknai dengan berperang dengan orang-orang kafir. Jihad semacam ini bisa dilakukan dengan bersaing terhadap orang-orang kafir atas berbagai prestasi yang telah didapatnya. Umat Islam harus selalu berjuang supaya dalam segala aspek tidak kalah dengan orang kafir.
  4. Jihad terhadap orang fasik, baik dengan kekuasaan, lisan maupun hati. Jihad juga dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua kelompok besar, yaitu : jihad bersenjata dan jihad damai.

Jihad bersenjata hanya merupakan respon dari agresi bersenjata yang dilancarkan oleh orang lain. Jihad ini dilakukan ketika ada serangan musuh dari luar. Ketika agresi atau penyerangan telah berakhir, maka seketika itu juga jihad bersenjata berakhir. Contohnya adalah ketika Belanda, Inggris, Jepang, Portugis menjajah Indonesia, maka jihad bersenjata perlu untuk dilakukan dalam rangka mengusir para penjajah itu dari bumi kita tercinta ini. Setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaanya, maka jihad bersenjata tak lagi diperlukan, kecuali ada serangan mendadak dari negara lain yang mengancam keamanan umat Islam di Indonesia.

Adapun jihad damai, maka berlaku dalam setiap waktu dan bersifat permanen. Jihad damai ini tetap harus dilakukan oleh setiap umat Islam, sebab lawan yang dihadapi umat Islam bukan hanya musuh secara fisik, akan tetapi juga musuh secara non fisik, yaitu setan dan segala macam bujukan dan tipu dayanya. Bahkan Allah swt memerintahkan kita untuk menganggap setan sebagai musuh, bukan kawan atau teman, sebagaimana dalam firman-Nya :

إِن الشَّیْطَانَ لَكُم عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوه عَدُوًّا إِنَّمَا یَدْعُو حِزْبَهُ لِیَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِیرِ

"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh (mu), karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala" (QS : Fatir, 6 )

Lalu yang termasuk contoh jihad damai adalah memerangi sifat pemalas, berjuang melawan hawa nafsu yang tidak baik, mengajarkan agama Islam kepada orang lain, menuntut ilmu, dan lain sebagainya. Contoh-contoh diatas hanya sebagian kecil bentuk jihad damai yang pelaksanaanya tidak dibatasi oleh waktu dan zaman, khususnya mencari ilmu yang merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw :

طَلَبُ الْعِلْم فَرِیضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim”

Bagi umat Islam, jihad merupakan ajaran yang sangat penting dalam upaya pengembangan dan pelestarian agama mereka. Tanpa jihad, umat Islam tidak akan berkembang dengan baik. Akan tetapi, jihad itu tidak identik dengan kekerasan, kebrutalan dan anarkisme sebagaimana yang disalah pahami oleh beberapa orang. Ketika Muhammad diutus menjadi Rasul, ayat pertama yang diturunkan adalah perintah untuk membaca (iqra'), bukan perintah untuk perang atau penghancuran. Yang diperintah kepada Rasulullah saw bukan hanya membaca wahyu dari Allah swt, akan tetapi juga membaca situasi dan kondisi masyarakat Quraisy pada waktu itu, sehingga ketika akan menyampaikan dakwah Islam, Rasul saw sudah bisa mengetahui adat istiadat dan budayanya. Artinya, pertama kali perintah yang diberikan kepada Rasulullah tidak untuk memerangi penduduk Mekah yang mayoritas menyembah berhala, tetapi Allah memerintahkan untuk membimbing mereka ke jalan yang benar. Bahkan, izin untuk melakukan peperangan baru diperintahkan oleh Allah swt ketika Rasulullah saw berada di Madinah.

Imam Syafi'i ra berkata : Allah memberi izin kepada umat Islam dengan salah satu dua jihad yaitu hijrah sebelum mengizini umat Islam memulai perang melawan orang musyrik, kemudian Allah memberi izin memulai berperang melawan orang-orang musyrik. Allah berfirman (artinya) : “Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, sebab sesungguhnya mereka itu dianiaya, dan sesungguhnya Allah benar-benar menolong mereka”. Kemudian Allah swt memperbolehkan umat berperang dengan arti Allah menerangkan dalam kitabNya seraya berfirman (artinya) : Berperanglah kalian dijalan Allah melawan orang-orang yang memerangi kalian dan jangan melampaui batas”. Kedua ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa

Pertanyaan :
Bagaimanakah status orang yang terbunuh karena membangkang atau memberontak pemerintah ?

Jawaban :
Adapun orang-orang yang terbunuh dari para pembangkang (bughot) maka menurut ulama' madzab Maliki, Syafi'i dan Hambali mereka itu harus dimandikan, dikafani dan disholati karena keumuman sabda Rasulullah SAW (artinya) “Sholatilah orang-orang yang mati dan berkata Laa Ilaa Ha Illallaah”. Karena mereka adalah orang-orang Islam yang tidak berstatus mati syahid maka dia dimandikan dan disholati. Begitu pula pendapat ulama' madzab Hanafi, baik mereka itu mempunyai kelompok atau tidak, menurut pendapat yang sohih di kalangan ulama' hanafiyyah.

Jadi, para pemberontak pemerintah ketika mereka terbunuh, maka mereka bukan termasuk mati syahid, akan tetapi mereka tetap disholatkan dan dikuburkan sebagaimana menguburkan orang islam pada umumnya apabila mereka meninggal dalam keadaan islam. Maka sangatlah keliru orang orang yang menganggap teroris, bom bunuh diri, pembangkang negara dan sebagainya itu mati dalam keadaan syahid.