Melihat ke Dalam dan Membangun Mimpi

MELIHAT KEDALAM DAN MEMBANGUN MIMPI[1]
(Oleh : Imam Muttaqin)

KH. Hasyim Muzadi Sedang memberikan pengarahan kepada peserta LAKUT IPNU JATIM 2009

PENDAHULUAN

Diawal tahun 1431 H dan akhir tahun 2009 ini sudah selayaknya dan menjadi agenda yang semestinya kita renungkan kembali setapak demi setapak jalan yang telah kita lalui. Mencoba mencari setiap kelemahan dan kelebihan yang ada dalam diri kita. Kemudian dengan bekal keagungan akal sehat dan kejernihan hati mencoba mengenali diri dan membangun mimpi serta harapan untuk diperjuangankan keesokan hari.  

BERCERMIN

1954, tahun dimana sebuah ikatan yang dilandasi oleh kesamaan faham mencoba membangun diri untuk membentuk sebuah citra diri ditengah heterogenitas masyarakat Indonesia. Ribuan pulau yang menyatakan diri sebagai satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Dan menamakan diri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama. Sebagai sebuah ikatan untuk menyatukan kelompok-kelompok pemuda dan pelajar daerah yang tercerai berai.

1952, NU keluar dari masyumi yang kemudian mendeklarasikan diri sebagai partai NU pada 1954 untuk ikut pemilu multipartai pertama dalam sejarah Indonesia pada 1955. Pada tahun transformasi NU menjadi partai politik inilah IPNU dilahirkan sebagai sebuah organ tandingan organ–organ lain yang berafiliasi dengan partai-partai lain yang nantinya akan bersanding pada pemilu 1955.

Meskipun lahir sebagai jawaban untuk membentuk dukungan terhadap Partai NU pada segmen pemuda dan pelajar, serta pernah njenang abang (baca: berubah nama) menjadi Ikatan Putra Nahdltul Ulama pada tahun 1988 dan kembali lagi pada akronim lama sebagai Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama setelah konggres XIV di Surabaya pada tahun 2003 IPNU mampu bertahan sampai sekarang.

CITRA DIRI

Mampu bertahan bukan berarti tidak akan punah. Lewat perbincangan sehari-hari dan fakta yang ada disekitar kita bisa kita lihat satu demi satu anggota-anggota kita berguguran sebelum sampai pada level kader. Mengapa? Loyalitas dan komitmen berorganisasi yang lemah serta ketidak mampuan ikatan (baca:IPNU) untuk menjadi sebuah wadah penguatan aqidah, pengembangan ilmu dan penguatan kemampuan berorganisasi.

Keadaan ini kemudian akan membawa Ikatan ini pada sebuah citra diri negatif yang akan membawa IPNU pada kondisi mati suri. Keadaan yang sangat tidak kita inginkan.

Manusia pada dasarnya menyatakan dirinya dengan bertingkah laku, dalam hal ini manusia menggunakan sistem kognitif yang berbeda dengan hewan yang bertingkah laku hanya sekedar menggunakan instingnya saja. Manusia dapat bertingkah laku secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam bahasa psikologi disebut sebagai tingkah laku yang sadar dan tingkah laku tak sadar. Menurut Jalaludin Rahmat (1996), apa yang dilakukan oleh manusia melalui tingkah lakunya itu adalah “Aku” seseorang atau “Self”. Menurut Maxwell Maltz (Bobbe Sammer and Mark F. 1995), kita sadari maupun tidak masing-masing dari kita selalu membawa suatu cetak mental, atau gambaran tentang diri kita sendiri. Biasanya gambaran tersebut kabur dan yang Nampak pada alam kesadaran kita seringkali tidak sama dengan yang sebenarnya. Karena terlalu kabur maka terkadang gambaran tersebut bahkan tidak nampak pada alam kesadaran kita. Gambaran tentang diri seseorang itulah yang lazim disebut sebagai Citra Diri atau Self Image, yakni konsepsi kita tentang “siapa diri kita ini”. Gambaran yang terbentuk atas dasar keyakinan-keyakinan diri kita sendiri, dan sebagian besar keyakinan tersebut tersusun dari berbagai pengalaman dimasa yang lalu, baik keberhasilan maupun kegagalan, serta berbagai cara orang lain memperlakukan kita atau berekasi terhadap kita. Namun banyak dari individu yang beranggapan sekali gambaran itu muncul, maka untuk seterusnya kita menganggapnya sebagai sesuatu yang “benar”. Kita tidak lagi mempertanyakan keabsahannya, melainkan langsung menganggapnya sebagai suatu pijakan dasar yang sah dalam bersikap dan bertingkah laku, seolah “gambaran” tersebut memang benar. Maka secara singkat dapat dikatakan bahwa citra diri berpengaruh pada perilaku kita sehari-hari.

Lebih lanjut dikatakan oleh Jersild (1961), bahwa Citra Diri adalah bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri, bagaimana bayangan atau gambaran tentang diri seorang individu itu sendiri mengenai dirinya. Self atau diri yang ada dalam diri seseorang tersebut merupakan Inner World seseorang yang termasuk didalamnya mengenai pikiran dan perasaan, perjuangan dan harapan, ketakutan dan frustasi, serta pandangan tentang apa dan siapa dirinya dan juga bagaimana dia ingin dipandang oleh orang lain. Dari beberapa pernyataan tokoh di atas maka dapat diambil kesimpulan secara singkat bahwa Citra Diri adalah suatu gambaran, cerminan, pandangan, dan bayangan yang dimiliki oleh seseorang mengenai dirinya sendiri. Dimana citra diri tersebut sangat berpengaruh terhadap pola pikir dan pola tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar.

Cara mudah melihat contoh citra diri sehat adalah dengan melihat anak balita. Mereka begitu expresif, berani, tidak memiliki kecemasan berlebihan, berpikiran terbuka, optimis dan lain lain. Berdasarkan penelitian, ketika beranjak remaja, banyak anak anak ini mulai "terkontaminasi". Mereka jadi pemalu, takut, tidak expresive, pesimis dan lain sebagainya. Kalau hal hal tersebut melampaui batasan normal alias berlebihan, ini merupakan gejala memiliki citra diri yang kurang sehat.

Begitu pula Ikatan ini, sebagai kumpulan manusia yang idealnya memiliki tujuan yang sama sebagai sebuah organisasi. Bagaimanakah Ikatan ini melihat dirinya sebagai sebuah organisasi ke-pelajar-an. Pertanyaan berikutnya adalah sudahkah kita meiliki kesamaan visi dan misi? Ataukah visi dan misi itu hanya menjadi rangkaian huruf diatas kertas saja? Akankah Ikatan ini akan kuat jika kita tidak mampu melihat diri kita?

Dan jawaban yang sederhana kita temukan adalah rapuhnya kejiwaaan kita dan dengan lantang kita menegakkan kepala dan membentang dada.

ARAH PERJUANGAN IPNU

Dalam rangkaian kata kita tahu hakikat ipnu adalah wadah perjuangan NU untuk mensosialisasikan komitmen nilai-nilai keislaman, kebangsaan, keilmuan, kekaderan dan keterpelajaran dalam upaya pengalian dan pembinaan kemampuan yang dimiliki sumberdaya anggota, yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya ajaran islam ahlussunah wal jama’ah dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia yang berdasarkan pancaasila dan UUD 1945.

IPNU merupakan wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader yang memiliki akidah, ilmu, organisasi. Dengan Orientasi ipnu Berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya untuk senantiasa menempatkan pergerakan pada ranah keterpelajaran dengan kaidah “belajar, berjuang dan bertaqwa”, yang bercorak dasar wawasan kebangsaan, keislaman, keilmuan, kekaderan dan keterpeklajaran.

Sejauh manakah hal ini menjadi bagian dari komitmen dan loyalitas kia?

MENYONGSONG HARI ESOK

Kalau kita mengikuti ramalan (baca: prediksi) M. Kholidul Adib[2] tentang siklus 29 tahunan NU maka hari ini kita sedang menghadapi sebuah tantangan untuk masuk siklus keempat pada tahun 2013 mendatang dimana NU akan kembali menjadi partai politik setelah kegagalan pola-pola politik yang dijalankan sebelumnya. Jika hal ini benar-benar terjadi dan NU kembali dalam kancah politik 2014 mendatang yang jawabannya akan bisa kita lihat beberapa bulan mendatang lewat hasil muktamar NU yang sempat tertunda kemarin, maka IPNU benar-benar harus segera berbenah diri jangan sampai terbawa arus yang hanya akan semakin memperburuk citra diri IPNU. Tentu hal tersebut masih menjadi sebuah ramalan yang belum tentu akan terjadi. Namun demikian kita juga perlu tahu bahwa kita sedang dihadapkan pada berbagai macam problem yang tidak sederhana.

Disadari atau tidak Ikatan ini semakin merenggang dan tentu hal yang sangat tidak kita harapkan “mati suri”-nya IPNU adalah sebuah mimpi yang benar-benar harus kita buang jauh-jauh. Untuk itu jalinan komunikasi harus benar-benar kita perkuat meskipun dengan istilah “ long distance”.

Namun demikian ada hal lain yang perlu kita bangun yakni komitmen dan loyalitas. Dan inilah yang sebenarnya sedang kita butuhkan. Karena komitmen da loyalitas akan menjadi air yang menyegarkan ditengah garingnya padang pasir yang tandus.

Dengan komitmen dan loyalitas inilah kita akan mampu membangun citra diri yang positif dan sinergis dengan arah perjuangan kita. Dan sisa pertanyaan berikutnya adalah dimana letak komitmen dan loyalitas itu? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.

Komunikasi, komitmen dan loyalitas serta Menjadikan arah perjuangan sebagai pandangan hidup.
----------------------------
[1] Ditulis dalam rangka menghadiri LAKUT PW IPNU JATIM 2009-2010 
[2] Pengurus PW IPNU Jawa Tengah dalam buletin “KHITTHAH” (IX/IV/2009)