Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) : Kajian Kesejarahan, Konsepsi dan Penerapan Aswaja dalam Keseharian (Bag-4)

Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja)

TAUHID DALAM DUA KALIMAT SYAHADAT

Tauhid yang harus diketahui orang mukallaf yang menjadi kandungan dua kalimat syahadat sebagai berikut :
اشهد أن لااله الا الله وأشهد أن محمدا رسول الله

1. Makna لااله الا الله adalah
لا مستغنى عن كل ما سواه ومفتقر اليه كل ما عداه الا الله

Artinya : Allah tidak membutuhkan pada lain-Nya dan selain Allah selalu membutuhkan kepada-Nya

2. Makna ألوهية adalah
استغناء الإله عن كل ما سواه وافتقار كل ما عداه اليه

Artinya : Allah tidak membutuhkan pada selain-Nya dan selain Allah selalu membutuhkan kepada-Nya, artinya tidak dapat lepas dari Allah.

Konsep
استغناء الإله عن كل ما سواه

(Tidak butuhnya Allah pada yang lain) memuat 28 aqidah sebagai berikut :
1. وجود
2. قدم
3. بقاء
4. مخالفة لحوادث
5. قيامه بنفسه
6. سمع
7. بصر
8. كلام
9. سميعا
10. بصيرا
11. متكلما
12. تنزهه عن الغرض فى افعاله واحكامه
(Segala perbuatan dan hukum Allah bersih dari tujuan yang menguntungkan Allah)
13. تنزهه عن وجوب شيئ عليه فعلا وتركا
(Allah bersih dari beban kewajiban segala sesuatu, dengan melakukan atau meninggalkan)
14. تنزهه عن كون شيئ من الممكنات يؤثر بقوة أودعها الله فيه
(Dan Allah bersih dari segala suatu yang mungkin wujudnya dapat berpengaruh kepada sesuatu dengan kekuatan yang diberi Allah ).

Dan ditambah 14 aqidah yang menjadi kebalikan dari 14 aqidah diatas. Berarti jumlah keseluruhan adalah 28 aqidah.

Sedangkan konsep افتقار كل ما عداه اليه (Selain Allah selalu membutuhkan kepada-Nya ) memuat 22 Aqidah yang umumnya sifat-sifat, sebagai berikut :
1.حياة
2. قدرة
3. إرادة
4. العلم
5. حياً
6. قادراً
7. مريداً
8. عالماً
9. وحدانية
10. حدوث العالم بأسره
11. ان لا تأثير لشيئ من الكائنات فى أثر ما بطبع
(Segala sesuatu yang mungkin wujudnya, tidak memiliki pengaruhi sama sekali dengan sendirinya)

Dan kebalikan sifat-sifat di atas. Berarti jumlahnya ada 22 aqidah.

Aqidah-aqidah tersebut ditambah dengan 28 sama dengan 50. Sehingga kalimat لااله الا الله memuat 50 aqidah.

Selanjutnya makna أشهد أن محمدا رسول الله memuat 12 aqidah sebagai berikut :

Wajibnya sifat :

1.الصدق للرسول والأنبياء( kejujuran para Rasul dan Nabi )
2.الأمانة(dapat dipercaya)
3.التبليغ (menyampaikan amanah Allah)
4.الفطانة (cerdas)

Dan 5,6,7,8 kebalikan empat sifat diatas, kemudian :

9. Iman kepada para Malaikat
10. Iman kepada Kitab-kitab Allah
11. Iman akan datangnya hari akhir
12. Memiliki sifat-sifat manusiawi tanpa mengurangi derajat keluhuran mereka.

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat لااله الا الله محمدا رسول الله memuat 62 aqidah, 12 terkandung dalam kalimat محمدا رسول الله dan 50 aqidah dalam kalimat لااله الا الله. Demikian keterangan dalam I’anah al-Tholibin I/106

Selanjutnya, tauhid terbagi menjadi tiga bentuk, yakni tauhid fi’li, tauhid sifati dan tauhid dzati. Sedangkan iman terbagi dalam lima tingkatan , yakni iman bi al-muqallad, iman bi ad-dalil, iman bi al-i’yan, iman bi al-haqq dan iman bi al-haqiqah.

Antara Iman dan Islam


Ditinjau dari bahasa, Iman adalah membenarkan (tashqid), sedangkan Islam adalah kepasrahan (taslim) tanpa pembangkangan. Islam lebih umum dari pada Iman karena Iman termasuk rangkaian Islam yang paling mulia. Setiap bentuk tashdiq adalah taslim, namun tidaklah setiap taslim adalahtashdiq. Islam standar ukurnya pada lahiriah anggota badan, tetapi Iman semata hanya dalam hati.

Dalam nash syari’ah, Al-Qur’an maupun hadis, penggunaan dua kosakata itu terkadang diungkapkan dengan arti yang sama, terkadang keduanya adalah dua hal yang berbeda, terkadang diantara keduanya ada sisi saling memasuki (tadakhul, overlapping).

Islam dan Iman adalah sinonim

Sebagaimana firman Allah
فَأَخْرَجْنَا مَنْ كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ . فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ – الذريات 35-36

Lalu Kami keluarkan orang-orang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri.

Yang dimaksud adalah rumah nabi Luth dan keluarganya. Para ahli tafsir sepakat yang ada hanya satu rumah.
وَقَالَ مُوسَى يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آَمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ – يونس 84

Berkata Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri.”

Iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda.

Sebagaimana firman Allah Surat Al-Hujurot : 14
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آَمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ - الحجرات 14

Orang-orang badui itu berkata :”Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): ” Kamu belum beriman, tetapi katakanlah : ” kami telah tunduk “, karena iman belum masuk di hatimu.

Iman dalam ayat tersebut yang dikehendaki adalah at-tashdiq, membenarkan dengan hati saja. Sedangkan islam yang dimaksud adalah berserah dalam dhahir dengan lisan dan sejumlah anggota badan. Bukti lain, perbedaan makna iman dan Islam adalah Hadis Jibril ketika ditanya tentang Iman beliau menjawab :
أَنْ تُؤْمِنَ بِاَللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْحِسَابِ وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Yakni, engkau beriman pada Allah, para malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, parea utusan-Nya, hari akhir, pembangkitan setelah mati, hisab, qadla’ dan qadar.

Dan ketika ditanya tentang Islam beliau menjawab :
الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إنْ اسْتَطَعْتَ إلَيْهِ سَبِيلًا

Islam adalah bahwa engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadan, dan berhaji ke baitullah jika engkau mampu.

Keduanya sama-sama mengungkapkan Islam dengan kepasrahan lahir dengan perkataan dan pengamalan.
أَنَّهُ صَلىَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَى رَجُلاً عَطَاءً وَلَمْ يُعْطِ الآخَرَ فَقَالَ لَهُ سَعْدٌ يَا رَسُوْلَ الله تَرَكْتَ فُلاَناً لَمْ تُعْطِهِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَقَالَ صَلىَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَ مُسْلِمٌ ؟ فَأَعَادَ عَلَيْهِ فَأَعَادَ – رواه البخاري ومسلم

Hadist Sa’ad ra, bahwasanya Rasulullah saw. memberikan pemberian pada seorang lelaki, yang tidak beliau berikan pada lelaki lainnya. Sa’ad bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa Anda memberi Fulan, dan tidak memberi pada yang satunya?” Rasulullah menjawab, “Apakah dia muslim?” Sa’ad mengajukan pertanyaan serupa sekali lagi, dan beliau menjawab dengan jawaban serupa. (HR. Bukhari dan Muslim)

Islam dan iman berbeda tapi saling memasuki ( الاختلاف والتداخل)

Hadist Ahmad dan Thabrani dari haditsnya Umar bin Anbasah dengan sanad shoheh bahwa Rasulullah SAW ditanya :
أَيُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلىَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الإِسْلاَمُ فَقَالَ أَيُّ الإِسْلاَمُ أَفْضَلُ فَقَالَ الإِيْمَان

Amalan apakah yang paling utama? Rasulullah saw. Menjawab, “Islam”, kemudian ditanyakan lagi, “Islam yang bagaimana yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman”.

Ditinjau dari hukum syara’, islam dan iman adalah dua hukum akhirat dan dunia. Adapun di akhirat dikeluarkan dari neraka dan tidak abadi di neraka karena sabda Nabi :
يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ مِنْ إِيْمَانٍ - رواه البخاري ومسلم

Akan keluar dari neraka, orang yang di hatinya terdapat sebiji dzarrah (atom) dari iman (HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya saja, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa hukum dikeluarkan dari neraka tersebut disebabkan iman yang bagaimana, apakah hanya sekedar keyakinan, atau keyakinan dalam hati sekaligus ikrar dengan lisan, ataukah ditambah pula dengan pengamalan ? Yang jelas, jika ketiga-tiganya, yakni keyakinan dalam hati, ikrar dengan lisan dan pengamalan dengan anggota badan, tentu saja tidak ada perbedaan pendapat, bahwa hal tersebut akan menyelamatkan seseorang dari keabadian di neraka.
  • Mengucapkan dua kalimat syahadat, tapi dalam hatinya tidak percaya. Tidak diragukan lagi, bahwa dalam urusan akhirat mereka adalah penghuni neraka selama-lamanya. Sedangkan mengenai statusnya terkait dengan urusan duniawi, dia dihukumi Islam dalam hal semisal menjadi imam, memegang kewenangan perwalian atas orang Islam dan sebagainya. Karena kita tidak tahu keeradaan hati mereka. Bagi kita perlu mempunyai dugaan bahwa tidak mengucapkan dua kalimat syahadat kecuali membenarkan dalam hati, sedangkan yang diragukan hanya hukum di dunia di antara mereka dan Allah swt.
  • Jika seseorang berikrar dengan lisan disertai keyakinan dalam hati, serta sebagian amal, serta melakukan dosa besar (sebagian dosa besar menurut Mu’tazilah) maka ia telah dinyatakan keluar dari iman, tetapi bukan kafir, sekedar fasiq. Mereka ada di antara dua posisi (manzilah bainal manzilatain) dan selamanya di neraka. Pendapat ini adalah kesalahan besar menurut Ahlussunnah wal Jama’ah.
  • Jika seseorang membenarkan dalam hati dan mati sebelum mengikrarkan dengan lisan, serta belum beramal dengan anggota badan, maka hal ini merupakan permasalahan yang diperselisihkan. Bagi yang berpendapat bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat adalah syarat kesempurnaan iman, maka orang ini mati sebelum iman. Pendapat ini salah, karena Rasulullah saw. bersabda:
يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ مِنْ إِيْمَانٍ - رواه البخاري ومسلم

Akan keluar dari neraka, orang yang di hatinya terdapat sebiji dzarrah (atom) dari iman (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikian hadis Jibril tidak mensyaratkan kecuali hanya tashdiq kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya dan seterusnya..

Seseorang yang membenarkan dalam hati, dan ada kesempatan mengucapkan dua kalimat syahadat, namun tidak mengucapkannya, padahal ia mengetahui hukum wajib mengucapkannya, maka hal ini ada dua kemungkinan :
  1. Karena ingkar, maka tergolong kafir
  2. Karena malas, maka menurut pendapat yang adzhar (lebih jelas dalilnya) dia masih tergolong mukmin dengan dasar hadis Nabi di atas. Pendapat kedua mengatakan kafir, karena ucapan dengan lisan adalah rukun. Hal ini karena dua kalimat syahadat bukan hanya melambangkan ungkapan hati, melainkan sebagai perwujudan aqidah lain. Golongan Murji’ah yang ekstrim berpendapat bahwa orang yang demikian ini sama sekali tidak masuk neraka, karena mereka berpendapat bahwa orang mukmin walaupun durhaka, tidak masuk neraka.
Kesimpulan pembahasan di atas, bahwa Iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda, tapi terdapat keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Perinciannya sebagai berikut :

  1. Mukmin yang sempurna jika disertai dengan pengamalan dengan anggota. Muslim yang sempurna jika disertai dengan pembenaran dalam hati
  2. Mukmin di hadapan Allah, tetapi diperlakukan kafir di dunia jika membenarkan dalam hati dan tidak mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lisan setelah memiliki kesempatan mengucapkannya.
  3. Muslim dalam pandangan hukum dunia, selama mengucapkan dua kalimat syahadat, lebih-lebih mengamalkan dengan anggota badan atas segala perintah dan menjauhi larangan, sebelum terbukti melakukan sesuatu yang mengakibatkan kufur sebagaimana beberapa hal berikut:
    • Mengingkari ajaran yang dibawa Rasulullah yang telah disepakati para ulama dan diketahui secara masyhur (ma’lum dlaruri). Seperti mengingkari Al-Quran, kitab-kitab samawi (Taurat, Zabur dan Injil), para malaikat-, hukum-hukum Allah, janji-janji-Nya, Hari Kiamat, Surga, Neraka, siksa kubur dan sebgainya, tidak mempercayai sifat wajib bagi Allah atau Rasul-Nya secara ma’lum dlaruri, shalat lima waktu, zakat, puasa Ramadlan serta ibadah haji bagi yang mampu.
    • Menganggap adanya sesuatu yang oleh syari’at ketiadaannya ditetapka melalui kesepakatan ulama, meski tidak masyhur di kalangan ummat. Seperti menganggap Allah tidak adil, Allah zhalim, Allah bersifat dengan sifat yang oleh kesepakatan ulama’ ditetapkan mustahil bagi-Nya dan masyhur, meyakini adanya Nabi atau Rasul setelah Nabi Muhammad SAW.
    • Menghalalkan keharaman sesuatu yang mujma’ ‘alaih yang diketahui di kalangan ummat, seperti zina, mabuk dan judi.
    • Mengharamkan sesuatu yang ditetapkan kehalalannya oleh syari’at melalui ijma’ para ulama yang maklum di kalangan ummat, seperti mengharamkan shalat dan zakat.
    • Meyakini kewajiban sesuatu yang disepakati tidak wajibnya secara syara’ serta menjadi kesepakatan para ulama yang ma’lum dlaruri, seperti menambah satu rakaat atau sujud dalam shalat fardlu.
    • Setiap perbuatan, perkataan, keyakinan yang sengaja melecehkan terhadap kitab, Nabi, Malaikat, simbol keagungan agama, hukum, janji dan ancaman Allah. Bila tidak sengaja melecehkan, maka tergolong pelaku bid’ah (mubtadi’ah).
-----------------------------
Oleh : H. M. Azizi Hasbullah
Sumber : lbm.lirboyo.net