Catatan Harlah IPNU ke-60 : Advokasi Pelajar di Simpang Jalan

IPNU Trenggalek - Ketika buruh merasa dirugikan akibat gaji yang rendah dan fasilitas kurang layak, maka banyak buruh yang diorganisir oleh berbagai organisasi atau serikat buruh melakukan aksi ke jalan untuk menyampaikan aspirasi. Demikian halnya saat seorang dokter merasa dikriminalisasi oleh lembaga hukum, segera saja berbagai organisasi profesi dokter melakukan pembelaan baik melalui aksi solidaritas ataupun pembelaan di media massa. Alasan utama isu tersebut dengan mudah memunculkan aksi simpatik dan advokasi dari saudara sesamanya adalah adanya berbagai organisasi, paguyuban dari komunitas tersebut.   

Respon semacam inilah yang belum muncul saat berbagai isu mendera dunia pelajar. Masih ingat tentunya saat seorang siswi di daerah Tangerang diperlakukan tidak senonoh oleh oknum wakil kepala sekolah. Hampir tidak ada gerakan masif baik di dunia nyata ataupun media sosial untuk memberikan solidaritas dan kepedulian terhadap isu ini. Padahal, dukungan sosial  dan solidaritas yang kuat diperlukan untuk memberikan keyakinan positif terhadap korban. Begitupun dengan kasus-kasus serupa di berbagai daerah di Indonesia.

Salah satu persoalan mendasar lemahnya advokasi terhadap kasus yang menimpa pelajar adalah tidak adanya organisasi pelajar yang secara khusus konsen terhadap isu kepelajaran. Memang tidak dapat dipungkiri selama ini ada beberapa organisasi kepelajaran diantaranya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama , Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama, Ikatan Pelajar Muhammdiyyah dan Pelajar Islam Indonesia (PII).

Meskipun memiliki struktur dan jaringan yang cukup luas akan tetapi fungsi advokasi dan perlindungan terhadap pelajar belum terlihat secara nyata. Sementara OSIS sebagai organisasi pelajar yang hampir ada di setiap sekolah terlihat lebih terbatas karena tidak terkoordinasi dan terstruktur secara luas. 

Dalam kasus di atas, sejauh ini fungsi advokasi justru banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga yang mempunyai konsen terhadap soal lain seperti KPA, Komnas perempuan dll. Sehingga dalam banyak hal, secara tidak langsung menghilangkan esensi persoalan yaitu problem pelajar dan diarahkan kepada isu lain yaitu perlindungan perempuan, perlindungan anak, dsb. Pada akhirnya,  kenyataan ini memunculkan perspektif yang berbeda dalam menyikapi persoalan selain menimbulkan kesan apatisme organisasi pelajar terhadap persoalan saudara mereka sendiri. 

Menjadi sebuah ironi, ketika, ada jutaan penduduk Indonesia yang berstatus sebagai pelajar. Akan tetapi organisasasi pelajar yang ada belum memberikan aksi nyata dalam proses advokasi dan pengawalan isu-isu kepelajaran. Advokasi pelajar seperti berada di simpang jalan saat banyaknya isu yang terkait dengan isu kepelajaran justru tidak serta merta memunculkan proses advokasi yang memadai dari organisasi pelajar.  

Ada beberapa hal yang menjadikan kurang “gregetnya” organisasi kepelajaran dalam melaksanakan fungsi advokasi. Pertama, selama ini organisasi pelajar yang ada masih terkotak-kotak dalam garis ideologi dan kepentingan sendiri-sendiri. Kedua, fungsi organisasi pelajar hanya berhenti kepada wadah penyaluran kreatifitas, belum sampai kepada fungsi advokasi. Ketiga, belum adanya strategi dan wawasan advokasi yang memadai oleh para pegurus organisasi. Ketiga hal ini, diperparah dengan masih kurangnya akses terhadap media massa. 

IPNU dan Advokasi Pelajar

Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi berbasis pelajar dan santri di bawah naungan NU. Sejak didirikan pada tanggal 24 Februari 1954 IPNU sudah mengambil bagian dalam proses gerakan pelajar di Indonesia. Sekurang-kurangnya selama ini ada 3 fungsi penting dalam membaca kiprah IPNU di panggung sejarah. Pertama, IPNU hadir terdepan dalam proses kaderisasi dan regenerasi pelajar NU. Kedua, IPNU menjadi pemegang mandat paling sah dalam membawa nama NU dalam setiap kontestasi dan dinamika gerakan pelajar di Indonesia. Terakhir, IPNU menjadi wadah aspirasi utama bagi pengembangan potensi pelajar NU.

Lantas bagaimanakah peran IPNU dalam proses advokasi pelajar? Menurut penulis, tak berbeda dengan organisasi pelajar yang lain, IPNU hampir tidak pernah hadir dengan persoalan isu-isu kepelajaran. Fakta bahwa IPNU merupakan organisasi pelajar yang berorientasi pengkaderan memang hal yang wajar akan tetapi sudah semestinya hal itu menjadi penghambat dalam proses advokasi pelajar. Bahkan jika IPNU mampu melakukan kerja-kerja advokasi yang memadai, hal ini akan menjadi nilai tambah tersendiri.  

Salah satu contoh, saat kurikulum 2013 diluncurkan tahun lalu sempat terjadi pro dan kontra. Semestinya organisasi pelajar termasuk IPNU mengambil bagian dalam proses itu. Artinya, organisasi pelajar dapat melakukan kajian dan diskusi terkait kurikulum 2013 dalam perspektif pelajar. Sehingga selain dapat  menonjolkan bagaimana sebenarnya suara pelajar dalam kontek isu tersebut juga dapat menambah sudut pandang dalam melihat hal itu. Akan tetapi ini tidak terlihat dilakukan oleh organisasi pelajar termasuk IPNU. 

Dalam konteks ini, maka diperlukan reorientasi terhadap gerakan organisasi pelajar. IPNU yang ada saat ini sebenarnya memiliki jaringan struktur yang cukup mapan sampai ke daerah-daerah. Namun, potensi itu belum diarahkan untuk melakukan fungsi advokasi dan kontrol terhadap isu-isu dunia pelajar. Hal yang berbeda dapat ditemukan di organisasi kemahasiswaan, selain sebagai wadah belajar organisasi, dalam banyak hal organisasi kemahasiswaan sudah menjadi tempat untuk menyampaikan aspirasi dan juga advokasi terhadap kepentingan mahasiswa. 

Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana IPNU lebih fokus kepada isu dan persoalan dunia kepelajaran. Untuk itu paling tidak ada beberapa hal yang patut dilakukan untuk meningkatkan fungsi advokasi tersebut. Pertama, pemberian wawasan advokasi dan wacana isu-isu kepelajaran baik kepada kader, anggota atau pengurus di berbagai jenjang. Bahkan jika perlu materi advokasi pelajar dimasukkan dalam materi wajib di acara pengkaderan. Kedua, memperluas akses jaringan ke media dan pemerintah. Ketiga, meningkatkan sensitifitas terhadap isu yang menerpa dunia pelajar dengan mengoptimakan kajian dan diskusi tentang tema kepelajaran. 

Dalam skala lebih luas, IPNU dapat mendorong kembali poros pelajar untuk lebih proaktif dalam melakukan pengawalan isu-isu kepelajaran. Apabila itu dapat dilakukan, IPNU akan menjadi garda terdepan dalam mengawal nasib pelajar di Indonesia. Semoga dan Selamat Harlah IPNU ke-60.

Penulis : Nasukha Ibnu Thobary (Ketua Cabang IPNU Kota Yogyakarta dan penulis buku “Kunci Rahasia Menjemput Jodoh Idaman”)