Slametan : Tradisi Kirim Doa yang Kaya Makna

Slametan | wikimedia.org
Oleh : Habib Wakidatul Ikhtiyar

IPNU Trenggalek - Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan keanekaragaman. Berbagai suku, agama, ras, etnik, dan budaya hidup secara berdampingan dan menyatu membentuk identitas bangsa. Mulai dari wilayah paling barat (Sabang) hingga wilayah paling timur (Merauke) terdapat beranekaragam jenis kehidupan sosial masyarakat. Indonesia juga dikenal sebagai negara yang masih menjaga tradisi dan adat leluhur dengan baik. Dari tradisi yang menonjolkan sisi spiritual, estetika, sampai dengan tradisi masyarakat yang mengandung unsur magis/ mistis.

Sebagai warga negara Indonesia, hidup dalam lingkungan yang kental akan tradisi dan adat istiadat adalah suatu berkah tersendiri. Kehidupan masyarakat selalu berjalan selaras dengan tradisi dan budaya warisan leluhur. Hal itu terus dijaga dan dipelihara dengan baik. Salah satu tradisi yang terus dipelihara hingga kini adalah slametan.

Tradisi slametan (selamatan) adalah sebuah tradisi masyarakat berbentuk ritual yang berisi do'a-do'a dan permohonan yang dipanjatkan kepada Allah swt agar selalu diberikan rahmat dan keselamatan. Slametan juga dilaksanakan dalam rangka kirim do'a kepada seseorang yang telah meninggal dunia. Misalnya, selamatan tujuh harian, empat puluh harian, haul dan lain sebagainya.

Selain itu Slametan juga dapat bermakna ungkapan rasa syukur seorang manusia kepada Allah swt atas nikmat yang telah diberikan kepadanya. Dengan mensyukuri nikmat yang diberikan, seseorang dapat memahami dan mengambil hikmah atas segala nikmat yang terus dilimpahkan-Nya. Sebagai seorang hamba, manusia diwajibkan untuk terus menjalin komunikasi transendental dengan Tuhan-nya. Komunikasi tersebut dapat berupa ibadah maupun ritual tertentu yang tidak bertentangan dengan syariat.

Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin melihat fenomena tradisi slametan sebagai salah satu (sunnatullah) yang hidup di suatu lingkungan masyarakat. Slametan merupakan satu cara yang ditempuh manusia untuk bermunajat kepada Allah SWT. Sehingga wajib hukumnya bagi seluruh umat manusia, khususnya umat Islam, untuk menghargai dan menghormatinya. Dengan demikian, akan tercipta suatu iklim sosial budaya yang teduh, nyaman, tentram, dan selalu diberkahi Allah SWT.

Lantas, bagaimanakah hukumnya tradisi slametan menurut Islam? Dan apa sajakah makna dan manfaat yang dapat dipetik dari tradisi slametan?

Hukum tradisi slametan dalam agama Islam adalah boleh (sunnah). Hal ini karena tradisi slametan merupakan bentuk tersendiri dari usaha memanjatkan do'a kepada Allah SWT. Tradisi slametan diperbolehkan selama dimaksudkan hanya mengharap ridha Allah SWT dan tidak mengandung unsur kesyirikan. Dalam praktiknya, tradisi slametan diisi dengan rangkaian doa-doa yang terdiri dari doa nuprih ridha Allah SWT, tawashul dan shalawat kepada Rasulullah SAW, tawashul kepada para Nabi, malaikat, para sahabat, auliya', dan para leluhur. Selanjutnya, dilaksanakan dzikir kepada Allah SWT dengan mengucap kalimah toyyibah (tasbih, tahmid, tahlil, dan seterusnya), serta ditutup dengan doa. Hal ini tentu merupakan ajaran dan amalan mulia dalam agama Islam.

Kebolehan tradisi slametan telah diatur di dalam syariat Islam, baik dalam Al-Qur'an, hadist, dan pendapat para ulama. Dasar kebolehan slametan dalam Al-Qur'an tertuang pada surat Al-Hasyr ayat 10 sebagai berikut:

“Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-suadara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh , Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa Al-Qur'an telah memerintahkan manusia untuk berdoa memohon kepada Allah SWT agar diampuni dosadosanya, dosa saudaranya, dan dosa orang-orang mu'min lainnya yang telah terlebih dahulu berpulang ke rahmatullah. Sehingga terang, bahwa memohonkan ampun dan mengirimkan doa kepada orang-orang yang telah meninggal adalah ajaran Islam. Doa-doa yang dialamatkan kepada ahli kubur dapat menjadi penerang bagi mereka selama hidup di alam barzah,
sekaligus meringankan siksa yang diterimanya. Selain itu, dalam suatu riwayat, dikatakan bahwa do'a-do'a yang dihadiahkan kepada ahli kubur akan menjadi makanan dan sumber energi yang sangat bermanfaat.

Selanjutnya, dasar hukum tradisi slametan (kirim do'a) bersumber dari hadist Rasulullah SAW sebagai berikut:

إذَا مَاتَ ابن آدم انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثَ :صَدَقَةٍ جَارِیَةٍ، أَو عِلْمٍ یُنْتَفَع بِهِ، أَو وَلَد صَالِحٍ یَدْعُو لَهُ

“Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila anak adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya”. (HR. Muslim)

Kandungan hadist diatas menjelaskan bahwa apabila seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amal ibadahnya, kecuali tiga perkara. Tiga perkara tersebut adalah shadaqah jariyah yang ia kerjakan selama hidup di dunia, ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, serta anak yang sholeh yang mendoakannya setelah ia meninggal tiga hal tersebut merupakan amalan yang pahalanya terus mengalir bahkan sampai seseorang berada di alam kubur.

Merujuk pada hadist tersebut, dapat diambil satu kesimpulan bahwa mendoakan orang tua atau orang lain yang sudah meninggal adalah tuntunan Nabi Muhammad SAW. Demikian halnya dengan megirim do'a melalui tradisi slametan yang juga berisi do'a-do'a yang dialamatkan kepada orang tua maupun orang lain yang sudah meninggal hukumnya adalah boleh.

Disamping itu, terdapat banyak makna dan manfaat yang didapat diperoleh dari pelaksanaan tradisi slametan. Manfaat tersebut antara lain:
  • Untuk beribadah mengharap ridha Allah SWT
  • Menjadi sarana untuk mengirimkan do'a dan memohon kepada Allah agar si ahli kubur diampuni dosanya, diterima amal kebaikannya, dan selalu memperoleh nikmat serta perlindungan di alam kubur.
  • Mengingatkan kita bahwa setiap manusia pasti akan meninggal dunia dan menempati alam kubur
  • Menjaga dan melestarikan tradisi luhur warisan nenek moyang
  • Menjadi sarana peningkatan tali silaturrahim serta menjaga kualitas ukhuwah masyarakat
  • Menjadi sarana pembentengan kehidupan sosial masyarakat dari hal-hal yang bersifat negatif.